Lembar Kerja Buku Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi

Berikut beberapa lembar kerja dari buku Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi oleh Dr. Syahidin, M. Pd., Dr. Andy Hadiyanto, M. A., Dr. Munawar Rahmat, M. Pd., Dr. Cecep Alba, M. A. 2020. 

BAB 1 Mengapa dan Bagaimana PAI Diajarkan di Perguruan Tinggi?

Lembar Kerja 1

1.  Apa landasan filosofis yang menjadi latar belakang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi dan apa tujuan yang hendak dicapai?

2.  Apa pula landasan psikologis, sosial budaya, historis dan yuridis formal dilaksanakannya pembelajran PAI di PTU?

Jawaban

1.     Landasan filosofis adalah landasan yang berdasarkan/ bersifat filsafat.  Menurut Islam, yakni filsafat yang dikembangkan dari nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasar yaitu al-Qur’an dan hadist. Salah satunya sebagaimana dalam al-Qur’an surat Ali Imran [3]: 109. Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat yang menyeru kepada kebijakan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”

Pada tataran praktis, merupakan bentukan implementasi kebijakan pendidikan dalam UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 12 Tahun 2012 tentang penegasan Perguruan Tinggi (PT) wajib diajarkan PAI. Adapun tujuan yang hendak dicapai, yakni:

®   Menjadi penganut agama yang baik

®   Menaati ajaran Islam dengan memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran sesuai dengan iman dan akidah Islamiyah

®   Secara operasional, agar menjadi muslim sejati, beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia serta berguna bagi masyarakat, agama & negara

®    Selain itu, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia & akhirat

Landasan filosofis PAI berpijak pada Pancasila, terutama sila pertama yakni Ketuhanan Yang Maha Esa

 

2.     Berikut landasan psikologis, sosial budaya, historis serta yuridis dilaksanakannya pembelajaran PAI di perguruan tinggi

a.     Landasan psikologis

Didasarkan bahwa dalam kehidupannya, manusia dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya tidak tenang dan tidak tentram, sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Pada dasarnya manusia suka bertobat, yakni meninggalkan perbuatan keji dan maksiat, lalu memilih jalan taat. Oleh karena itu, manusia pada hakikatnya menuntut agar semua kebutuhan dapat tercapai dalam rangka mewujudkan hidup yang harmonis, dan bahagia juga termasuk kebutuhan rohani terhadap agama

b.     Landasan sosial-budaya

Masyarakat muslim umumnya menghendaki PT-PT di Indonesia sejalan dengan budaya bangsa yang religius. Masyarakat tidak mengharapkan perguruan tinggi sebagai “menara gading” yang jauh dari kehidupan masyarakat. Budaya beragama dalam masyarakat harus merembes juga ke dalam lingkungan PT, yang berarti pendidikan agama juga menjadi kajian di lingkungan perguruan tinggi.

c.     Landasan historis

Bangsa Indonesia memiliki dua sistem pendidikan, yakni pesantren dan sekolah, masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Tentu yang ideal adalah menggabungkan keunggulan dari kedua model pendidikan tersebut, yakni kaya dalam pengembangan keberagaman dan moralitas searah dalam pengembangan ilmu dan teknologi. Dalam sejarah, ketika bangsa Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi milik pemerintah kolonial otomatis milik pemerintah Republik Indonesia. Atas dasar kekhawatiran terhadap keberagaman dan moralitas bangsa, maka para ulama dan tokoh-tokoh pendidik muslim mengusulkan PAI menjadi bagian kurikulum sekolah dan perguruan tinggi.

d.     Landasan yuridis

Berpijak pada ketentuan perundang-undangan yang berlaku, yaitu:

®   Pancasila

®   UUD 1945 (hasil amandemen)

®   UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)

®   UU No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025

®   PP No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Menengah 2010-2014

®   PP No. 032 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan

®   UU No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi


BAB 2 Bagaimana Manusia Bertuhan?

Lembar kerja 2

1.  Tuliskan ayat tentang “fitrah” yang terdapat dalam Al-Qur’an QS. Ar-Rum ayat 30 dan jelaskan pula maksud dari kata “fitrah” dalam ayat tersebut

2.   Coba Anda jelaskan baik secara konseptual maupun empiris mengenai esensi dan urgensi nilai-nilai spiritual Islam sebagai salah satu determinan dalam pembangunan bangsa kita.

Jawaban

1.     


“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidkak mengetahui” (QS. Ar-Rum/30: 30)

Yang dimaksud “fitrah” Allah pada ayat di atas adalah agama ciptaan Allah. Manusia diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar dan itu dapat terjadi disebabkan pengaruh lingkungan.

2.     Pengalaman bertauhid (spiritualitas) dapat menjadi bagian yang sangat erat dan mempengaruhi kepribadian seseorang. Meskipun demikian, pengaruh modernisasi saat ini termasuk di Indonesia, orientasi kehidupan yang lebih menekankan aspek fisik-material melahirkan sikap hidup yang materialistis, hedonis, konsumtif, mekanis dan individualistis, mengakibatkan aspek keberagaman dan spiritualitas terperosok sehingga manusia modern kehilangan kehangatan spiritual, ketenangan dan kedamaian.

Peradaban modern yang dibangun oleh premis positivism-empirisme membawa konsekuensi tergesernya bahkan mencabut realitas ilahi sebagai fokus bagi kesatuan dan arti kehidupan. Hilangnya realitas ilahi ini bisa mengakibatkan tumbuhnya gejala psikologis, yakni adanya kehampaan spiritualitas, sehingga manusia hidup di luar eksistensinya.

Manusia modern saat ini membutuhkan nilai yang kokoh dan teguh yang bisa dijadikan basis moral bagi kehidupan yang lebih tahan guncangan, jujur, transparan dan manusiawi. Sejalan dengan itu, Sayyed Hossien Nasr menghimbau untuk mendalami dan menjalankan praktik tasawuf sebab tasawuflah dapat memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual seseorang.

Tasawuf membangun prinsip-prinsip positif yang berperan dalam membangun spiritualitas umat. Tasawuf dapat membuat manusia mengerem egosentrisme, dorongan hawa nafsu dan orientasi kepada materi yang berlebihan. Melalu tasawuf, manusia dilatih untuk mengedepankan makna dan visi ilahiah dalam kehidupan, yaitu memaknai segala sesuatu sebagai refleksi keindahan Tuhan. Menjadikan manusia yang selau positive thinking dan positive feeling, maka manusia tersebut dipastikan akan menjadi manusia yang memiliki relasi harmonis dengan dirinya sendiri ataupun orang lain, dengan: Tuhan, lingkungan alam dan profesinya.

Maka dengan kesadaran spiritualitas, dunia dengan durasi waktu yang dimilikinya hanya dikerjakan sebagai jalan (syar’i, thariq, shirath) menjadi titik tolak dan pijakan untuk menuju akhirat, selalu berada dalam kondisi terhubung dengan Tuhan (connected to Allah). Sehingga mampu menghasilkan karya kreatif dalam pelbagai bidang kehidupan selaras dalam wujud upaya pembangunan bangsa karena perpaduan antara upaya suci manusia dan inspirasi.


BAB 3 Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan?

Lembar Kerja 3

1.  Tuliskan pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengenai karakter hati yang sehat!

2.  Coba Anda lakukan eksplorasi lebih jauh dari mana sumber kegembiraan dan kebahagiaan anak-anak? Apa faktor psikologis, sosiologis, dan faktor agama? Jelaskan!

Jawaban

1.     Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, karakter hati yang sehat sebagai berikut.

a. Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun makanan yang paling bermanfaat untuk hati adalah “iman”. Sedangkan obat yang paling bermanfaat untuk hati adalah Al-Quran

b. Selalu berorientasi ke masa depan untuk akhirat. Nabi Muhammad saw. Berkata kepada Abdullah bin Umar r. a. “Hiduplah kamu di muka bumi ini laksana orang asing atau orang yang sedang bepergian dan siapkan dirimu untuk menjadi ahli kubur” (HR Bukhari). Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa dunia itu pergi meninggalkan kita sedangkan akhirat datang menjemput kita. Masing-masing bagian ada ahlinya, maka jadilah dirimu bagian dari ahli akhirat bukan ahli dunia, sebab sekarang adalah waktu beramal dan tidak ada hisab sedangkan nanti (di akhirat) ada hisab, tetapi tidak ada amal

c. Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah. Tidak ada kehidupan, kebahagiaan dan kenikmatan kecuali dengan rida-Nya dan dekat dengan-Nya. Berzikir kepada Allah adalah makanan pokoknya, rindu kepada Allah adalah kehidupan dan kenikmatannya

d. Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berdzikir), tidak berhenti berkhidmat kepada Allah dan tidak merasa senang dengan selain Allah Swt.

e. Jika sesaat saja lupa kepada Allah, segera ia sadar dan kembali mendekat dan berzikir kepada-Nya

f.  Jika sudah masuk dalam salat, maka hilanglah semua kebingungan dan segera keluar dari dunia sehingga ia mendapatkan ketenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, dan berlinanglah air matanya serta bersukalah hatinya

g. Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian kepada manusia lain dan hartanya

h. Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal semata.   Oleh sebab itu, hati selalu ikhlas, mengikuti nasihat, mengikuti sunnah dan selalu bersikap ihsan

2.     Kegembiraan dan kebahagiaan anak-anak dapat dipengaruhi oleh 3 poin, yaitu : dari dalam diri anak (karakter anak), dari lingkungan orang tua, dan dari lingkungan utuh yaitu tempat ia bersosialisasi dan melakukan kegiatannya. Adapun faktor lainnya, berupa:

~      Faktor psikologis, yaitu apa yang dirasakan di dalam dirinya. Sedangkan tanda anak bahagia bukan tersenyum, dan tertawa yang hanya dilihat sekilas, dapat dilihat mulai dari ekspresi dan gestur positif, tumbuh kembang baik, banyak teman aktif, rasa ingin tahu tinggi dan pandai mengungkapkan perasaan. Tentu saja diutuhlan dukungan dari orang tua. Memprioritaskan kehadiran sepenuhnya tanpa gadget atau pekerjaan, dan kualitas relasi hubngan, seperti mengajak kelola emosi & memberikan nutrisi

~      Faktor sosiologis. Anak-anak merupakan makhluk sosial, sehingga butuh berinteraksi dengan sesamanya, dan lingkungan alam baik flora maupun fauna. Berinteraksi, berkomunikasi dan beradaptasi di sekolah maupun dalam ruang lingkup pertemanan. Senang bisa membantu teman meski untuk hal-hal yang kecil, kemudian mendapatkan suatu pengakuan berupa pujian dan penghargaan. Anak-anak cukup sederhana untuk bahagia

~      Faktor agama. Agama menekankan kode moral yang dirancang untuk menanamkan nilai-nilai seperti kontrol diri dan kompetensi sosial. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua religius ditambah lingkungan yang mendukung akan mendapatkan dampak positif dari orang tuanya. Karena pada dasarnya, agama memberikan ketenangan batin, keseimbangan emosi, hingga faktor utama kebahagiaan anak-anak


BAB 4 Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Membentuk Insal Kamil

Lembar kerja 4

1.  Jelaskan apa itu iman, islam dan ihsan menurut hadis Rasulullah SAW.

2.  Untuk dapat beribadah secara sungguh-sungguh dengan benar dan ikhlas terutama rukun Islam harus benar-benar bermakna. Jelaskan makna rukun Islam!

Jawaban

1.     Rasulullah SAW. Menjelaskan tentang rukun dalam Islam, dimana mencakup tentang akidah dan syariah (fiqih). Dimana agama adalah fikih, karena mencakup segala perbuatan manusia dalam kehidupannya setelah dia beriman. Jika dilihat dari segi urgensi, karena agama memang berisikan hukum. Karena dalam rukun Islam, setelah seseorang bersyahadat (beriman), barulah ia berkena pasal-pasal berikutnya, yaitu kewajiban salat, zakat, puasa ramadhan dan pergi haji bila mampu. Seseorang belum dikatakan beragama Islam dengan sempurna jika belum melakukan lima perkara secara keseluruhan, kecuali zakat dan haji disyaratkan adanya kemampuan.

Ketika Rasulullah SAW. Menyampaikan konsep iman, beliau mengulang kata iman dalam penjelasan konsepnya. Maka iman merupakan hal-hal yang mencakup amalan batin. Yaitu keimanan atau kepercayaan terhadap Allah, malaikat-Nya, para rasul-Nya, hari akhir dan juga keimanan pada takdir.

Ihsan yang disebutkan dalam hadist adalah dalam ibadah. Adapun ihsan di luar ibadah, maknanya kita tanamkan ihsan tersebut dalam segala aspek kehidupan, dimana saja dan kapan saja kita selalu ingat diawasi oleh Allah SWT. Ihsan merupakan perkara lahir dan batin.

2.     (1) Mengucapkan dua kalimat syahadat

Menyaksikan Tuhan yang bernama Allah, yakni keimanan kepada Allah sehingga mencapai ma’rifat billah. Kemudian menyaksikan Nabi Saw. Sebagai Rasulullah, dengan jalan berguru kepadanya dan meneladaninya.

(2) Mendirikan salat

Mendirikan salat dengan khusyuk, mengingat Allah dan menjaga kondisi walau di luar salat (shalat da’im) sehingga dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.

(3) Membayar zakat

Menyadari bahwa rezeki yang Allah anugerahkan kepada kita adalah harta milik Allah (bukan karena hebatnya kita mencari nafkah). Oleh karena itu, zakat dan ibadah harta lainnya (sedekah, infak, dan lain-lain) dibayarkan dengan mudah dan mempunyai kepedulian sosial yang tinggi (tidak kikir).

(4) Berpuasa pada bulan Ramadhan

Puasa dapat meningkatkan ketakwaan. Namun juga sampai puasa itu hanya sekadar menahan lapar dan haus, sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah Saw.

(5) Menunaikan ibadah haji ke Baitullah

Haji yang mencapai ma’rifah billah, sebagaimana sabda nabi, “Al-hajju ‘arafatun. Praktiknya harus wukuf (bermakna berhenti) di Padang Arafah. Yang harus dihentikan adalah semua hal yang menjadikan ter-hijab-nya (terbentenginya) mata hati sehingga tidak akan dapat menyaksikan Zat yang Al-Ghaib (tidak dapat ma’rifah billah). Dalam ibadah haji dan umrah banyak sekali simbol-simbol. Misal, tawaf mengelilingi empat pojok kakbah sebagai simbol perjalanan menuju Tuhan (melalui empat unsur manusia: jasad menjalankan syariat, hati menjalankan tarekat, roh menjalankan hakikat dan sirr/rasa mencapai manfaat billah. Mengambil tujuh buah kerikil di malam hari untuk melempar jumrah merupakan simbol hamba yang bangun habis tengah malam, beristigfar, mohon ampunan kepada-Nya. Kerikil ini adalah lambang watak nafsu yang ‘mengaku’ terhadap semua amal kebaikan dirinya sehingga lupa atas belas kasih Tuhan. Karena itu, nafsu ini harus dibuang, yakni dilempar ke dalam sumur tempat melempar jumrah.


BAB 5 Bagaimana Membangun Paradigma Qurani? 

Lembar Kerja 5

1.  Tuliskan tujuan Al-Qur’an diturunkan menurut Yusuf al-Qardhawi

2.  Jika umat Islam mau maju harus berkomitmen menjalankan ajaran Islam dengan baik, mengapa demikian? Jelaskan!

Jawaban

1.     Yusuf al-Qardhawi menjelaskan bahwa tujuan diturunkan Al-Qur’an paling tidak ada tujuh macam, yaitu:

a)     Meluruskan akidah manusia

b)    Meneguhkan kemuliaan manusia dan hak-hak asasi manusia

c)     Mengarahkan manusia untuk beribadah secara baik dan benar kepada Allah

d)    Mengajak manusia untuk menyucikan rohani

e)     Membangun rumah tangga yang sakinah dan menempatkan posisi terhormat bagi perempuan

f)     Membangun umat menjadi saksi atas kemanusiaan, dan

g)    Mengajak manusia agar saling menolong

2.     Jawabannya tentu saja, pertama, karena ajaran Islam yang sumbernya Al-Qur’an dan hadist bersifat syumul artinya mencakup segala aspek kehidupan. Kedua, ajaran Islam bersifat rasional, artinya sejalan dengan nalar manusia sehingga tidak bertentangan dengan IPTEK. Ketiga, ajaran Islam berkarakter tadarruj artinya berharap dalam wurud dan implementasinya. Keempat, ajaran Islam bersifat taqlilat-takaalif artinya tidak banyak beban karena beragama itu memang mudah, dalam arti untuk melaksanakannya berada dalam batas-batas kemanusiaan bukan malah sebaliknya, tidak ada yang di luar kemampuan manusia untuk melaksanakannya. Allah sendiri menyatakan dalam banyak ayat bahwa yang dikehendaki oleh Allah adalah kemudahan bagi umat manusia buka kesulitan, menjunjung tinggi kesamaan (egalitar), keadilan, rahmat dan berkah bagi semua. Kelima, ajaran yang diangkat Al-Qur’an berkarakter i’jaz artinya bahwa redaksi Al-Qur’an dalam mengungkap pelbagai persoalan, informasi, kisah dan pelajaran selalu dengan gaya bahasa yang singkat, padat, indah, tetapi kaya makna, jelas dan menarik. Agama yang mempunyai prinsip seperti itulah agama masa depan dan agama yang dappat membawa kemajuan.

Kemajuan yang dicapai dengan pengembangan IPTEK tentu akan membawa perubahan yang sangat dahsyat. Revolusi kebudayaan yang terjadi karena iptek telah mengantarkan manusia kepada kemajuan yang luar biasa. Kemajuan melahirkan kehidupan modern yang menjadi ciri khas masyarakat maju dewasa ini. Bagi umat Islam kemodernan tetap harus dikembangkan di atas paradigma Al-Qur’an. Kita maju bersama Al-Qur’an, tidak ada kemajuan tanpa Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan hanya sebagai sumber inspirasi, tetapi ia adalah landasan, pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar dapat menyejahterakan manusia dunia dan akhirat.

Apa arti kemodernan kalau tidak membawa kesejahteraan? Apa arti kemajuan IPTEK lalu manusia tidak makrifat kepada Allah? Imam Junaid al-Bagdadi menyatakan, “meskipun orang tahu segala sesuatu tetapi jika dia tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya, maka identik dengan tidak tahu sama sekali”. Junaid ingin menyatakan bahwa landasan IPTEK adalah ma’rifatullah, dan Al-Qur’an adalah paradigma untuk pengembangan IPTEK. Penguasaan IPTEK yang dilandasi ma’rifatullah akan membawa kemajuan lahir batin, sejahtera dunia akhirat, dan rahmat bagi semua alam. Iptek dan kehidupan yang tidak dipandu wahyu belum tentu membawa kesejahteraan, ketentraman, dan kebahagiaan, sedangkan iptek dan kehidupan yang dipandu wahyu tentu akan mewujudukan kesejahteraan yang seimbang; sejahtera lahir batin, dunia akhirat, jasmani rohani. Itulah paradigma Qurani dalam konsep dan kenyataan kehidupan, dalam mewujudkan peradaban umat Islam yang maju berdasarkan komitmen menjalankan ajaran Islam dengan baik.


BAB 6 Bagaimana Membumikan Islam di Indonesia

Lembar kerja 6

1.  Jelaskan apa makna dari kalimat “Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin”

2.  Tuliskan dalil yang menjelaskan bahwa kita diciptakan dengan keanekaragaman

Jawaban

1.     “Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin” yaitu gagasan dan upaya orang Islam khususnya di Indonesia menjadikan: Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya keselamatan bagi manusia tetapi juga untuk alam lainnya. Yang diselamatkan adalah hablum minallah, hablum minan nas dan juga hablum minal alam. Keselamatan manusia tidak ada artinya jika alam tidak dalam keselamatan. Oleh karena itu, Islam yang menyelamatkan adalah Islam yang memberikan keselamatan bagi semuanya.

Islam rahmatan lil ‘alamin mengembangkan pola hubungan antar manusia yang pluralis, humanis, dialogis dan toleran, serta mengembangkan pemanfaatan dan pengelolaan alam dengan rasa kasih sayang. Pluralis dalam arti memiliki relasi tanpa memandang suku, bangsa, agama, ras ataupun titik lainnya yang membedakan antara satu orang dengan orang lain. Humanis dalam arti menjunjung tinggi hak asasi manusia dan menghargai manusia sebagai manusia. Dialogis dalam arti semua persoalan yang muncul sebagai akibat interaksi sosial didiskusikan secara baik dan akomodatif terhadap beragam pemikiran. Dan toleran dalam arti memberi kesempatan kepada yang lain untuk melakukan sebagaimana yang diyakininya, dengan penuh rasa damai

2.     Dalil tersebut termasuk dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13

      

(Ya ayyuhannasu inna khalaqnakum min dzakarin wa untia wa ‘a’alnakum syuuban wa qabaila lita’arafu inna akramakum indallahi atqakum innallaha alimun khabirun)

“Wahai manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Mahateliti”

Alasan mengapa Allah tak menciptakan manusia menjadi seragam adalah karena hal itu adalah keinginan Allah sendiri, manusia tak bisa mengelaknya. Hal ini sebagaimana ditegaskan dalam Al-Hud ayat 118

(Wa law sya-a Rabbuka laja’alannasa ummatan wahidatan, wa la yazaaluna mukhtalifin)

“Dan jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi mereka senantiasa berselisih (pendapat)”

Namun demikian, Tohir Bawazir dalam bukunya Top 10 Masalah Islam Kontemporer menjelaskan, meskipun manusia diciptakan berbeda-beda, namun sejatinya muara atau asal dari nenek moyang mereka tetaplah satu.

Umat manusia memiliki orang tua yang sama yaitu Adam dan Hawa. Hal itu juga didukung dengan studi ilmiah yang membuktikan bahwa aspek kesamaan manusia lebih banyak dibanding aspek perbedaannya.

Comments

Popular Posts