Lembar Kerja Buku Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi
Berikut
beberapa lembar kerja dari buku Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan
Tinggi oleh Dr. Syahidin, M. Pd., Dr. Andy Hadiyanto, M. A., Dr. Munawar
Rahmat, M. Pd., Dr. Cecep Alba, M. A. 2020.
BAB 1 Mengapa dan Bagaimana PAI Diajarkan di Perguruan Tinggi?
Lembar
Kerja 1
1. Apa landasan filosofis
yang menjadi latar belakang pelaksanaan pembelajaran Pendidikan Agama Islam di
Perguruan Tinggi dan apa tujuan yang hendak dicapai?
2. Apa
pula landasan psikologis, sosial budaya, historis dan yuridis formal dilaksanakannya
pembelajran PAI di PTU?
Jawaban
1. Landasan
filosofis adalah landasan yang berdasarkan/ bersifat filsafat. Menurut Islam, yakni filsafat yang
dikembangkan dari nilai-nilai fundamental yang terkandung dalam sumber dasar
yaitu al-Qur’an dan hadist. Salah satunya sebagaimana dalam al-Qur’an surat Ali
Imran [3]: 109. Yang artinya: “Dan hendaklah ada di antara kamu segolongan umat
yang menyeru kepada kebijakan, menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari
yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Pada
tataran praktis, merupakan bentukan implementasi kebijakan pendidikan dalam UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional dan UU No. 12 Tahun 2012
tentang penegasan Perguruan Tinggi (PT) wajib diajarkan PAI. Adapun tujuan yang
hendak dicapai, yakni:
®
Menjadi penganut agama yang baik
®
Menaati ajaran Islam dengan memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran sesuai dengan iman dan akidah Islamiyah
®
Secara operasional, agar menjadi muslim
sejati, beriman teguh, beramal salih dan berakhlak mulia serta berguna bagi
masyarakat, agama & negara
®
Selain
itu, untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia & akhirat
Landasan
filosofis PAI berpijak pada Pancasila, terutama sila pertama yakni Ketuhanan
Yang Maha Esa
2. Berikut
landasan psikologis, sosial budaya, historis serta yuridis dilaksanakannya
pembelajaran PAI di perguruan tinggi
a.
Landasan psikologis
Didasarkan
bahwa dalam kehidupannya, manusia dihadapkan pada hal-hal yang membuat hatinya
tidak tenang dan tidak tentram, sehingga memerlukan adanya pegangan hidup. Pada
dasarnya manusia suka bertobat, yakni meninggalkan perbuatan keji dan maksiat,
lalu memilih jalan taat. Oleh karena itu, manusia pada hakikatnya menuntut agar
semua kebutuhan dapat tercapai dalam rangka mewujudkan hidup yang harmonis, dan
bahagia juga termasuk kebutuhan rohani terhadap agama
b. Landasan
sosial-budaya
Masyarakat
muslim umumnya menghendaki PT-PT di Indonesia sejalan dengan budaya bangsa yang
religius. Masyarakat tidak mengharapkan perguruan tinggi sebagai “menara gading”
yang jauh dari kehidupan masyarakat. Budaya beragama dalam masyarakat harus
merembes juga ke dalam lingkungan PT, yang berarti pendidikan agama juga
menjadi kajian di lingkungan perguruan tinggi.
c. Landasan
historis
Bangsa
Indonesia memiliki dua sistem pendidikan, yakni pesantren dan sekolah,
masing-masing memiliki keunggulan dan kelemahan. Tentu yang ideal adalah
menggabungkan keunggulan dari kedua model pendidikan tersebut, yakni kaya dalam
pengembangan keberagaman dan moralitas searah dalam pengembangan ilmu dan
teknologi. Dalam sejarah, ketika bangsa Indonesia memproklamasikan
kemerdekaannya, sekolah-sekolah dan perguruan tinggi milik pemerintah kolonial
otomatis milik pemerintah Republik Indonesia. Atas dasar kekhawatiran terhadap
keberagaman dan moralitas bangsa, maka para ulama dan tokoh-tokoh pendidik
muslim mengusulkan PAI menjadi bagian kurikulum sekolah dan perguruan tinggi.
d. Landasan
yuridis
Berpijak pada ketentuan
perundang-undangan yang berlaku, yaitu:
® Pancasila
® UUD
1945 (hasil amandemen)
® UU
No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas)
® UU
No. 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional 2005-2025
® PP
No. 5 Tahun 2010 tentang Rencana Pembangunan Menengah 2010-2014
® PP
No. 032 Tahun 2013 tentang Standar Nasional Pendidikan
® UU
No. 12 tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi
BAB 2 Bagaimana Manusia Bertuhan?
Lembar kerja 2
1. Tuliskan
ayat tentang “fitrah” yang terdapat dalam Al-Qur’an QS. Ar-Rum ayat 30 dan
jelaskan pula maksud dari kata “fitrah” dalam ayat tersebut
2.
Coba
Anda jelaskan baik secara konseptual maupun empiris mengenai esensi dan urgensi
nilai-nilai spiritual Islam sebagai salah satu determinan dalam pembangunan
bangsa kita.
Jawaban
1.
“Maka
hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama Allah; (tetaplah atas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada perubahan
pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan manusia tidkak
mengetahui” (QS. Ar-Rum/30: 30)
Yang
dimaksud “fitrah” Allah pada ayat di atas adalah agama ciptaan Allah. Manusia
diciptakan Allah mempunyai naluri beragama yaitu agama tauhid. Kalau ada
manusia yang tidak beragama tauhid, maka hal itu tidaklah wajar dan itu dapat
terjadi disebabkan pengaruh lingkungan.
2. Pengalaman
bertauhid (spiritualitas) dapat menjadi bagian yang sangat erat dan mempengaruhi
kepribadian seseorang. Meskipun demikian, pengaruh modernisasi saat ini
termasuk di Indonesia, orientasi kehidupan yang lebih menekankan aspek
fisik-material melahirkan sikap hidup yang materialistis, hedonis, konsumtif,
mekanis dan individualistis, mengakibatkan aspek keberagaman dan spiritualitas
terperosok sehingga manusia modern kehilangan kehangatan spiritual, ketenangan
dan kedamaian.
Peradaban
modern yang dibangun oleh premis positivism-empirisme membawa konsekuensi
tergesernya bahkan mencabut realitas ilahi sebagai fokus bagi kesatuan dan arti
kehidupan. Hilangnya realitas ilahi ini bisa mengakibatkan tumbuhnya gejala
psikologis, yakni adanya kehampaan spiritualitas, sehingga manusia hidup di
luar eksistensinya.
Manusia
modern saat ini membutuhkan nilai yang kokoh dan teguh yang bisa dijadikan
basis moral bagi kehidupan yang lebih tahan guncangan, jujur, transparan dan
manusiawi. Sejalan dengan itu, Sayyed Hossien Nasr menghimbau untuk mendalami
dan menjalankan praktik tasawuf sebab tasawuflah dapat memberikan
jawaban-jawaban terhadap kebutuhan spiritual seseorang.
Tasawuf
membangun prinsip-prinsip positif yang berperan dalam membangun spiritualitas
umat. Tasawuf dapat membuat manusia mengerem egosentrisme, dorongan hawa nafsu
dan orientasi kepada materi yang berlebihan. Melalu tasawuf, manusia dilatih
untuk mengedepankan makna dan visi ilahiah dalam kehidupan, yaitu memaknai
segala sesuatu sebagai refleksi keindahan Tuhan. Menjadikan manusia yang selau positive thinking dan positive feeling, maka manusia tersebut
dipastikan akan menjadi manusia yang memiliki relasi harmonis dengan dirinya
sendiri ataupun orang lain, dengan: Tuhan, lingkungan alam dan profesinya.
Maka dengan kesadaran spiritualitas, dunia dengan durasi waktu yang dimilikinya hanya dikerjakan sebagai jalan (syar’i, thariq, shirath) menjadi titik tolak dan pijakan untuk menuju akhirat, selalu berada dalam kondisi terhubung dengan Tuhan (connected to Allah). Sehingga mampu menghasilkan karya kreatif dalam pelbagai bidang kehidupan selaras dalam wujud upaya pembangunan bangsa karena perpaduan antara upaya suci manusia dan inspirasi.
BAB 3 Bagaimana Agama Menjamin Kebahagiaan?
Lembar Kerja 3
1. Tuliskan
pandangan Ibnu Qayyim al-Jauziyah mengenai karakter hati yang sehat!
2. Coba
Anda lakukan eksplorasi lebih jauh dari mana sumber kegembiraan dan kebahagiaan
anak-anak? Apa faktor psikologis, sosiologis, dan faktor agama? Jelaskan!
Jawaban
1.
Menurut Ibnu Qayyim al-Jauziyah, karakter
hati yang sehat sebagai berikut.
a.
Hati menerima makanan yang berfungsi sebagai nutrisi dan obat. Adapun makanan
yang paling bermanfaat untuk hati adalah “iman”. Sedangkan obat yang paling bermanfaat
untuk hati adalah Al-Quran
b.
Selalu berorientasi ke masa depan untuk akhirat. Nabi Muhammad saw. Berkata
kepada Abdullah bin Umar r. a. “Hiduplah kamu di muka bumi ini laksana orang
asing atau orang yang sedang bepergian dan siapkan dirimu untuk menjadi ahli
kubur” (HR Bukhari). Ali bin Abi Thalib menyatakan bahwa dunia itu pergi
meninggalkan kita sedangkan akhirat datang menjemput kita. Masing-masing bagian
ada ahlinya, maka jadilah dirimu bagian dari ahli akhirat bukan ahli dunia,
sebab sekarang adalah waktu beramal dan tidak ada hisab sedangkan nanti (di
akhirat) ada hisab, tetapi tidak ada amal
c.
Selalu mendorong pemiliknya untuk kembali kepada Allah. Tidak ada kehidupan,
kebahagiaan dan kenikmatan kecuali dengan rida-Nya dan dekat dengan-Nya. Berzikir
kepada Allah adalah makanan pokoknya, rindu kepada Allah adalah kehidupan dan
kenikmatannya
d.
Tidak pernah lupa dari mengingat Allah (berdzikir), tidak berhenti berkhidmat
kepada Allah dan tidak merasa senang dengan selain Allah Swt.
e.
Jika sesaat saja lupa kepada Allah, segera ia sadar dan kembali mendekat dan
berzikir kepada-Nya
f. Jika sudah masuk dalam salat, maka hilanglah
semua kebingungan dan segera keluar dari dunia sehingga ia mendapatkan
ketenangan, kenikmatan dan kebahagiaan, dan berlinanglah air matanya serta
bersukalah hatinya
g.
Perhatian terhadap waktu agar tidak hilang sia-sia melebihi perhatian kepada
manusia lain dan hartanya
h.
Hati yang sehat selalu berorientasi kepada kualitas amal bukan kepada amal
semata. Oleh sebab itu, hati selalu
ikhlas, mengikuti nasihat, mengikuti sunnah dan selalu bersikap ihsan
2. Kegembiraan
dan kebahagiaan anak-anak dapat dipengaruhi oleh 3 poin, yaitu : dari dalam
diri anak (karakter anak), dari lingkungan orang tua, dan dari lingkungan utuh yaitu
tempat ia bersosialisasi dan melakukan kegiatannya. Adapun faktor lainnya,
berupa:
~ Faktor
psikologis, yaitu apa yang dirasakan di dalam dirinya. Sedangkan tanda anak
bahagia bukan tersenyum, dan tertawa yang hanya dilihat sekilas, dapat dilihat
mulai dari ekspresi dan gestur positif, tumbuh kembang baik, banyak teman aktif,
rasa ingin tahu tinggi dan pandai mengungkapkan perasaan. Tentu saja diutuhlan
dukungan dari orang tua. Memprioritaskan kehadiran sepenuhnya tanpa gadget atau pekerjaan, dan kualitas
relasi hubngan, seperti mengajak kelola emosi & memberikan nutrisi
~ Faktor
sosiologis. Anak-anak merupakan makhluk sosial, sehingga butuh berinteraksi
dengan sesamanya, dan lingkungan alam baik flora maupun fauna. Berinteraksi,
berkomunikasi dan beradaptasi di sekolah maupun dalam ruang lingkup pertemanan.
Senang bisa membantu teman meski untuk hal-hal yang kecil, kemudian mendapatkan
suatu pengakuan berupa pujian dan penghargaan. Anak-anak cukup sederhana untuk
bahagia
~ Faktor agama. Agama menekankan kode moral yang dirancang untuk menanamkan nilai-nilai seperti kontrol diri dan kompetensi sosial. Anak-anak yang dibesarkan oleh orang tua religius ditambah lingkungan yang mendukung akan mendapatkan dampak positif dari orang tuanya. Karena pada dasarnya, agama memberikan ketenangan batin, keseimbangan emosi, hingga faktor utama kebahagiaan anak-anak
BAB 4 Mengintegrasikan Iman, Islam dan Ihsan dalam Membentuk Insal Kamil
Lembar kerja 4
1. Jelaskan
apa itu iman, islam dan ihsan menurut hadis Rasulullah SAW.
2. Untuk
dapat beribadah secara sungguh-sungguh dengan benar dan ikhlas terutama rukun
Islam harus benar-benar bermakna. Jelaskan makna rukun Islam!
Jawaban
1. Rasulullah
SAW. Menjelaskan tentang rukun dalam Islam, dimana mencakup tentang akidah dan
syariah (fiqih). Dimana agama adalah fikih, karena mencakup segala perbuatan
manusia dalam kehidupannya setelah dia beriman. Jika dilihat dari segi urgensi,
karena agama memang berisikan hukum. Karena dalam rukun Islam, setelah
seseorang bersyahadat (beriman), barulah ia berkena pasal-pasal berikutnya,
yaitu kewajiban salat, zakat, puasa ramadhan dan pergi haji bila mampu.
Seseorang belum dikatakan beragama Islam dengan sempurna jika belum melakukan
lima perkara secara keseluruhan, kecuali zakat dan haji disyaratkan adanya
kemampuan.
Ketika
Rasulullah SAW. Menyampaikan konsep iman, beliau mengulang kata iman dalam
penjelasan konsepnya. Maka iman merupakan hal-hal yang mencakup amalan batin.
Yaitu keimanan atau kepercayaan terhadap Allah, malaikat-Nya, para rasul-Nya,
hari akhir dan juga keimanan pada takdir.
Ihsan
yang disebutkan dalam hadist adalah dalam ibadah. Adapun ihsan di luar ibadah,
maknanya kita tanamkan ihsan tersebut dalam segala aspek kehidupan, dimana saja
dan kapan saja kita selalu ingat diawasi oleh Allah SWT. Ihsan merupakan
perkara lahir dan batin.
2. (1)
Mengucapkan dua kalimat syahadat
Menyaksikan Tuhan yang
bernama Allah, yakni keimanan kepada Allah sehingga mencapai ma’rifat billah.
Kemudian menyaksikan Nabi Saw. Sebagai Rasulullah, dengan jalan berguru
kepadanya dan meneladaninya.
(2)
Mendirikan salat
Mendirikan salat dengan
khusyuk, mengingat Allah dan menjaga kondisi walau di luar salat (shalat da’im)
sehingga dapat mencegah perbuatan keji dan mungkar.
(3)
Membayar zakat
Menyadari bahwa rezeki
yang Allah anugerahkan kepada kita adalah harta milik Allah (bukan karena
hebatnya kita mencari nafkah). Oleh karena itu, zakat dan ibadah harta lainnya
(sedekah, infak, dan lain-lain) dibayarkan dengan mudah dan mempunyai
kepedulian sosial yang tinggi (tidak kikir).
(4)
Berpuasa pada bulan Ramadhan
Puasa dapat meningkatkan
ketakwaan. Namun juga sampai puasa itu hanya sekadar menahan lapar dan haus,
sebagaimana yang diingatkan oleh Rasulullah Saw.
(5)
Menunaikan ibadah haji ke Baitullah
Haji
yang mencapai ma’rifah billah, sebagaimana sabda nabi, “Al-hajju ‘arafatun.
Praktiknya harus wukuf (bermakna berhenti) di Padang Arafah. Yang harus
dihentikan adalah semua hal yang menjadikan ter-hijab-nya (terbentenginya) mata
hati sehingga tidak akan dapat menyaksikan Zat yang Al-Ghaib (tidak dapat
ma’rifah billah). Dalam ibadah haji dan umrah banyak sekali simbol-simbol.
Misal, tawaf mengelilingi empat pojok kakbah sebagai simbol perjalanan menuju
Tuhan (melalui empat unsur manusia: jasad menjalankan syariat, hati menjalankan
tarekat, roh menjalankan hakikat dan sirr/rasa mencapai manfaat billah.
Mengambil tujuh buah kerikil di malam hari untuk melempar jumrah merupakan simbol
hamba yang bangun habis tengah malam, beristigfar, mohon ampunan kepada-Nya.
Kerikil ini adalah lambang watak nafsu yang ‘mengaku’ terhadap semua amal
kebaikan dirinya sehingga lupa atas belas kasih Tuhan. Karena itu, nafsu ini
harus dibuang, yakni dilempar ke dalam sumur tempat melempar jumrah.
BAB 5 Bagaimana Membangun Paradigma Qurani?
Lembar Kerja 5
1. Tuliskan
tujuan Al-Qur’an diturunkan menurut Yusuf al-Qardhawi
2. Jika
umat Islam mau maju harus berkomitmen menjalankan ajaran Islam dengan baik,
mengapa demikian? Jelaskan!
Jawaban
1. Yusuf
al-Qardhawi menjelaskan bahwa tujuan diturunkan Al-Qur’an paling tidak ada
tujuh macam, yaitu:
a) Meluruskan
akidah manusia
b) Meneguhkan
kemuliaan manusia dan hak-hak asasi manusia
c) Mengarahkan
manusia untuk beribadah secara baik dan benar kepada Allah
d) Mengajak
manusia untuk menyucikan rohani
e) Membangun
rumah tangga yang sakinah dan menempatkan posisi terhormat bagi perempuan
f) Membangun
umat menjadi saksi atas kemanusiaan, dan
g) Mengajak
manusia agar saling menolong
2. Jawabannya
tentu saja, pertama, karena ajaran Islam yang sumbernya Al-Qur’an dan hadist
bersifat syumul artinya mencakup
segala aspek kehidupan. Kedua, ajaran Islam bersifat rasional, artinya sejalan
dengan nalar manusia sehingga tidak bertentangan dengan IPTEK. Ketiga, ajaran
Islam berkarakter tadarruj artinya
berharap dalam wurud dan implementasinya.
Keempat, ajaran Islam bersifat taqlilat-takaalif
artinya tidak banyak beban karena beragama itu memang mudah, dalam arti
untuk melaksanakannya berada dalam batas-batas kemanusiaan bukan malah
sebaliknya, tidak ada yang di luar kemampuan manusia untuk melaksanakannya.
Allah sendiri menyatakan dalam banyak ayat bahwa yang dikehendaki oleh Allah
adalah kemudahan bagi umat manusia buka kesulitan, menjunjung tinggi kesamaan
(egalitar), keadilan, rahmat dan berkah bagi semua. Kelima, ajaran yang diangkat
Al-Qur’an berkarakter i’jaz artinya bahwa redaksi Al-Qur’an dalam mengungkap
pelbagai persoalan, informasi, kisah dan pelajaran selalu dengan gaya bahasa
yang singkat, padat, indah, tetapi kaya makna, jelas dan menarik. Agama yang
mempunyai prinsip seperti itulah agama masa depan dan agama yang dappat membawa
kemajuan.
Kemajuan
yang dicapai dengan pengembangan IPTEK tentu akan membawa perubahan yang sangat
dahsyat. Revolusi kebudayaan yang terjadi karena iptek telah mengantarkan
manusia kepada kemajuan yang luar biasa. Kemajuan melahirkan kehidupan modern
yang menjadi ciri khas masyarakat maju dewasa ini. Bagi umat Islam kemodernan
tetap harus dikembangkan di atas paradigma Al-Qur’an. Kita maju bersama
Al-Qur’an, tidak ada kemajuan tanpa Al-Qur’an. Al-Qur’an bukan hanya sebagai
sumber inspirasi, tetapi ia adalah landasan, pedoman paradigma dan guide dalam mengarahkan kemodernan agar
dapat menyejahterakan manusia dunia dan akhirat.
Apa arti kemodernan kalau tidak membawa kesejahteraan?
Apa arti kemajuan IPTEK lalu manusia tidak makrifat kepada Allah? Imam Junaid
al-Bagdadi menyatakan, “meskipun orang tahu segala sesuatu tetapi jika dia
tidak mengenal Allah sebagai Tuhannya, maka identik dengan tidak tahu sama
sekali”. Junaid ingin menyatakan bahwa landasan IPTEK adalah ma’rifatullah, dan
Al-Qur’an adalah paradigma untuk pengembangan IPTEK. Penguasaan IPTEK yang
dilandasi ma’rifatullah akan membawa kemajuan lahir batin, sejahtera dunia
akhirat, dan rahmat bagi semua alam. Iptek dan kehidupan yang tidak dipandu
wahyu belum tentu membawa kesejahteraan, ketentraman, dan kebahagiaan,
sedangkan iptek dan kehidupan yang dipandu wahyu tentu akan mewujudukan
kesejahteraan yang seimbang; sejahtera lahir batin, dunia akhirat, jasmani
rohani. Itulah paradigma Qurani dalam konsep dan kenyataan kehidupan, dalam
mewujudkan peradaban umat Islam yang maju berdasarkan komitmen menjalankan
ajaran Islam dengan baik.
BAB 6 Bagaimana Membumikan Islam di Indonesia
Lembar kerja 6
1. Jelaskan
apa makna dari kalimat “Islam sebagai rahmatan lil ‘alamin”
2. Tuliskan
dalil yang menjelaskan bahwa kita diciptakan dengan keanekaragaman
Jawaban
1. “Islam
sebagai rahmatan lil ‘alamin” yaitu gagasan dan upaya orang Islam khususnya di
Indonesia menjadikan: Islam sebagai rahmat bagi seluruh alam, bukan hanya
keselamatan bagi manusia tetapi juga untuk alam lainnya. Yang diselamatkan
adalah hablum minallah, hablum minan nas dan juga hablum minal alam.
Keselamatan manusia tidak ada artinya jika alam tidak dalam keselamatan. Oleh
karena itu, Islam yang menyelamatkan adalah Islam yang memberikan keselamatan
bagi semuanya.
Islam
rahmatan lil ‘alamin mengembangkan pola hubungan antar manusia yang pluralis,
humanis, dialogis dan toleran, serta mengembangkan pemanfaatan dan pengelolaan
alam dengan rasa kasih sayang. Pluralis dalam arti memiliki relasi tanpa
memandang suku, bangsa, agama, ras ataupun titik lainnya yang membedakan antara
satu orang dengan orang lain. Humanis dalam arti menjunjung tinggi hak asasi
manusia dan menghargai manusia sebagai manusia. Dialogis dalam arti semua
persoalan yang muncul sebagai akibat interaksi sosial didiskusikan secara baik
dan akomodatif terhadap beragam pemikiran. Dan toleran dalam arti memberi
kesempatan kepada yang lain untuk melakukan sebagaimana yang diyakininya,
dengan penuh rasa damai
2. Dalil
tersebut termasuk dalam Al-Qur’an surat Al-Hujurat ayat 13
(Ya
ayyuhannasu inna khalaqnakum min dzakarin wa untia wa ‘a’alnakum syuuban wa qabaila
lita’arafu inna akramakum indallahi atqakum innallaha alimun khabirun)
“Wahai
manusia! Sungguh, Kami telah menciptakan kamu dari seseorang laki-laki dan
seorang perempuan, kemudian kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah ialah orang yang paling bertaqwa. Sungguh, Allah Maha Mengetahui,
Mahateliti”
Alasan
mengapa Allah tak menciptakan manusia menjadi seragam adalah karena hal itu
adalah keinginan Allah sendiri, manusia tak bisa mengelaknya. Hal ini
sebagaimana ditegaskan dalam Al-Hud ayat 118
(Wa
law sya-a Rabbuka laja’alannasa ummatan wahidatan, wa la yazaaluna mukhtalifin)
“Dan
jika Tuhanmu menghendaki, tentu Dia jadikan manusia umat yang satu, tetapi
mereka senantiasa berselisih (pendapat)”
Namun
demikian, Tohir Bawazir dalam bukunya Top
10 Masalah Islam Kontemporer menjelaskan, meskipun manusia diciptakan
berbeda-beda, namun sejatinya muara atau asal dari nenek moyang mereka tetaplah
satu.
Umat
manusia memiliki orang tua yang sama yaitu Adam dan Hawa. Hal itu juga didukung
dengan studi ilmiah yang membuktikan bahwa aspek kesamaan manusia lebih banyak
dibanding aspek perbedaannya.
Comments
Post a Comment